Inilah Industri Pertahanan yang Ingin Dikuasai Indonesia

on Wednesday, November 30, 2011

28 November 2011


Tactical Vehicle/Rantis Garda 4x4 (image : AIU)

Jakarta, PelitaOnline - Indonesia rupanya terus menaikkan targetnya dalam mengembangkan industri pertahanan di Indonesia. Hal ini terlihat pada saat pertemuan Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) yang digelar di Kantor Kementerian Pertahanan, Jumat (25/11).

Dalam hasil pertemuan itu, setidaknya terdapat lima kemampuan yang ingin dikuasai Indonesia.

Pertama, industri kendaraan tempur (Ranpur/ armor vehicle) dan kendaraan taktis (Rantis/ tactical vehicle).

"Kedua, industri kapal perang atas air (combat vessel) dan bawah air (submarine) serta kapal-kapal pendukungnya (support vessel)," kata Ketua KKIP yang juga Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro.

Ketiga, industri pesawat militer angkut ringan dan sedang (light dan medium military air transport, fix wing and rotary wing) serta pesawat tempur (fighter).

Keempat, industri senjata ringan dan berat untuk perorangan dan kelompok/ satuan (pistol, assault riffle, caraben, SMR, SMB, mortir, AGL, RPG) sampai dengan meriam dan munisinya (MKK dan MKB), roket/MLRS, torpedo, serta peluru kendali.

Sedangkan kelima adalah industri peralatan network centric operation system, mulai alat komunikasi radio, sistem kendali/ kontrol, komputasi, dan komando untuk penembakan senjata, radar dan thermal optic untuk pencari/deteksi dan penjajak sasaran walau dengan kemampuan industri yang relatif masih terbatas.

KKIP sendiri dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden No. 42 Tahun 2010 dalam rangka memantapkan fondasi industri pertahanan nasional dalam rangka revitalisasi industri pertahanan. Tugas komite ini antara lain merumuskan kebijakan yang terdiri dari penelitian, pengembangan, dan peningkatan sumber daya manusia, mengkoordinasikan kerjasama luar negeri, dan memantau serta mengevaluasi kebijakan industri pertahanan.




View the Original article

Ukraina Tawarkan Tank Tempur ke TNI

on

29 November 2011


MBT Bulat adalah versi upgrade dari T-64B MBT, mempunyai berat 45 ton, dengan kanon smoothbore 125mm (photo : Morozov)

TEMPO.CO, Jakarta - Perusahaan militer Ukraina, Ukrspecexport, menawarkan penjualan `main battle tank` kepada pemerintah Indonesia. Penawaran ini menyusul rencana pemerintah membeli tank-tank tempur utama ini dari Eropa.

Kepala Divisi Penjualan Asia Tenggara Ukrspecexport, Iurii Volovych, menyebutkan jika disetujui mereka siap melakukan transfer teknologi dengan pemerintah Indonesia. "Kami siap bekerjasama dengan BUMN manapun yang ditunjuk pemerintah," ujarnya saat ditemui Tempo di Hotel Aryaduta, Senin, 28 November 2011.

Tank Bulat yang ditawarkan ini merupakan Tank buatan Ukraina yang selama ini memenuhi kebutuhan dalam negeri. Sedang untuk penjualan luar negeri Tank ini baru ditawarkan pada pemerintah Indonesia. "Kami melihat tank ini sangat cocok untuk kawasan Indonesia yang tropis," ujarnya.

Tank Bulat pertama kali diproduksi tahun 2004. Merupakan pengembangan dari main battle tank varian yang sama. Tank ini memiliki berat 45 ton dengan sistem senjata yang terintegrasi dan dilengkapi " gun-fire control syestem."

Untuk harga, Iurii menyebut untuk tank Bulat yang ditawarkan tidak lebih mahal dibanding Main Battle Tank sejenis. Harga per unit barunya tidak lebih dari US$ 2,5 juta. Sejauh ini, perusahaannya bisa memproduksi banyak tank, tergantung pesanan dari konsumen.

Sedangkan untuk kerjasama dengan Indonesia, perusahaannya siap melakukan kerjasama penjualan dengan sistem alih teknologi. "Penggunaan konten lokal juga dimungkinkan sesuai kemampaun perusahaan pemesan," ujarnya.

Saat ini Kementerian Pertahanan masih merampungkan rencana pembelian alat utama sistem persenjataan (alutsista) bekas dari beberapa negara Eropa. Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro menyebutkan rencana pembelian masih dinegosiasikan oleh Angkatan Darat. "Kami sejauh ini belum tahu persis rinciannya karena kan urusannya juga banyak," ujar Purnomo Jumat pekan lalu.

Menurut Purnomo, tim dari AD masih merumuskan harga, jumlah, dan jenis alutsista yang akan dibeli, apakah baru atau bekas pakai. Termasuk menentukan spesifikasi alutsista yang akan dibeli. "Yang baru diputuskan itu membeli main battle tank dan itu tank berat," lanjut Purnomo. Namun, sejauh ini, pemerintah merencanakan pembelian tank Leopard bekas buatn Jerman.




View the Original article

Pesawat F-16 Hibah dari AS akan Tiba di Indonesia 2014

on Tuesday, November 29, 2011

29 November 2011


Dengan tambahan 24 pesawat F16, Indonesia akan memiliki tiga skuadron F-16 yang akan di deploy ke seluruh nusantara. (photo : Aus DoD)

Juru Bicara Kementerian Pertahanan Brigjen Hartind Asrin kepada VOA di Jakarta, Senin mengatakan dua lusin pesawat F16 pemberian Amerika Serikat yang telah diperbaharui akan tiba di Indonesia mulai 2014.

Hartind mengatakan pesawat F16 model block 25 ini akan diperbaharui (diremajakan) menjadi block 52, dengan teknologi terbaru dan akan tiba di Indonesia dalam posisi siap pakai.
Dengan tibanya 24 pesawat F16 kata Hartind, Indonesia akan memiliki tiga skuadron yang akan cukup kuat untuk menjaga teritorial udara.

Menurutnya Indonesia saat ini masih kekurangan pesawat tempur untuk menjaga kedaulatan terutama di udara.

Ia mengatakan, "Untuk Patroli diudara menjaga kedaulatan NKRI di udara gitu. Jadi akan patroli di daerah-daerah, tentunya di kita kan punya koops-koops (koops 1 sampai IV) yah, jadi dari Jakarta sampai ke Papua sana. Nanti deployment-nya sesuai dengan koops-koops yang ada tergelar itu.

Dengan adanya itu kira-kira kita sudah mencapai ke minimum esensial forcedari kekuatan angkatan udara Indonesia."

Lebih lanjut Hartind menjelaskan peremajaan 24 pesawat F16 milik Amerika itu akan dibiayai oleh Indonesia. Saat ini, kata Hartind, pihaknya masih terus merundingkan harga dengan pihak Amerika Serikat agar biaya peremajaan pesawat F16 tersebut bisa di bawah 760 juta dolar AS.


Proses peremajaan F16 ini, kata Hartind, diperkirakan makan waktu selama tiga tahun. Hartind juga membantah jika pesawat hibah dari Amerika itu adalah barang rongsokan.

Menurutnya, pesawat yang akan dimodernisasi di perusahaan penerbangan Lockheed Martin itu memiliki ketahanan sekitar 20 tahun dengan 4.000 jam terbang.

Ia mengatakan rata-rata penerbang menghabiskan sekitar 150 jam terbang per tahun.

Juru Bicara Kementerian Pertahanan itu menambahkan penerimaan hibah pesawat ini dinilai lebih efektif dan efisien jika dibandingkan dengan membeli pesawat baru.

"Kalau beli baru, kita cuma dapat 6 (pesawat) dengan uang segitu, tetapi kalau kita up grade yang ada sekarang kita dapat 24," ujar Hartind.

Kesepakatan transfer pesawat tempur ini diumumkan oleh Presiden Amerika Barack Obama dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Bali beberapa waktu lalu.

Sementara itu, pengamat pertahanan dari Universitas Indonesia Andi Widjajanto menilai hibah pesawat F16 dari Amerika Serikat itu lebih tepat dibanding pemerintah membeli pesawat tempur baru.

Andi Widjajanto mengatakan, "Karena kalau membeli pesawat baru, berarti kita akan hanya datang Sukhoi 27/30. Berarti nanti seluruh skuadron pesawat tempur baru kita itu Sukhoi. Dan kita akan mengulangi masalah ketergantungan ke (hanya) satu produsen, yang berusaha kita hindari.

Karena berusaha melakukan diversifikasi ini kalau kita merencanakan akan punya 4 skuadron sampai 2014 maka skuadron lainnya tidak bisa Sukhoi harus mencari pesawat tipe lain dan dari pabrikan lain. (Ini) sangat signifikan, terutama untuk memproleh penguasaan dan pengendalian di udara."

Namun Andi Widjajanto juga menambahkan, bahwa pemerintah Indonesia harus transparan terkait hibah pesawat dari Amerika itu.




View the Original article

Dirgantara Indonesia Sumbang 15 Persen Produksi Pesawat KFX

on Sunday, November 27, 2011

25 November 2011

Konsep yang diajukan Boeing untuk KFX (image : Boeing)

JAKARTA--MICOM: Dalam joint production Indonesia-Korea untuk Korean Fighter Xperiment / Indonesia Fighter Xperiment (KF-X / IF-X) Indonesia hanya akan menyumbang 15% bila tidak mengembangkan kemampuan hidrolik dan komponen lainnya.

"Indonesia hanya akan menyumbang bagian airframe," ujar Dita Ardonni Jafri, Direktur Teknologi dan Pengembangan PT Dirgantara Indonesia, di Bandung, Jawa Barat, Selasa (1/11).

Senyatanya PT DI membutuhkan banyak proyek membuat pesawat terbang untuk menjaga keberlangsungan perusahaan dan regenerasi.

"Kalau dalam jangka waktu dua tahun mendatang tak ada proyek pembuatan pesawat, PT DI akan kehilangan kemampuan dalam membuat rancang bangun pesawat," Imbuhnya.

Dalam proyek ini, PT DI menjadi bagian terbesar dalam tim perancang yang dikirim Kementerian Pertahanan ke Korea Selatan pada 17 Juli lalu.

Proyek KFX menelan biaya sebesar US$8 miliar. Indonesia harus berkontribusi sebesar 20 persen dari total proyek atau sebesar US$1,6 miliar.

Keuntungannya, Indonesia mendapatkan sebanyak 50 pesawat KFX dari total 250 unit. (*/OL-5)

(Media Indonesia)



View the Original article

Kemhan Uji Coba 22 Unit Roket R-Han 122

on

25 November 2011


Roket R-HAn 122 terus dilakukan uji coba sebelum diproduksi massal (all photos : DMC)

Baturaja, DMC - Kementerian Pertahanan Republik Indonesia melalui Direktorat Teknik Industri Pertahanan Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan (Dirtekindhan Ditjen Pothan) bersama Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) kembali melakukan uji coba Roket R-Han 122. Uji coba dilakukan di Pusat Latihan Tempur TNI AD, Baturaja, Sumatera Selatan., Jum’at (25/11).

Selain bersama LAPAN, dalam uji coba tersebut Kemhan juga melibatkan pihak – pihak terkait dari industri pertahanan dalam negeri antara lain PT. Pindad, PT. DI dan PT. Dahana. Selain itu, Kemhan juga mengundangan TNI AL sebagai calon pengguna Roket R-Han 122.


Uji coba kali ini merupakan hasil dari evalusi uji coba yang dilakukan sebelumnya pada bulan November 2010 di tempat yang sama. Melalui uji coba dan evaluasi secara terus menerus diharapkan Program Roket Nasional dengan nama R-Han 122 tersebut nantinya dapat mencapai hasil yang maksimal dan siap diproduksi sesuai keinginan pengguna dalam hal ini TNI.



Dari 21 unit Roket R-Han 122 yang diluncurkan hari ini terdiri dari satu dua roket warhead smoke (asap) dan 19 unit roket warhead live (tajam). Peluncuran roket dibagi dalam tempat tahap dilaksanakan secara salvo menggunakan mobil launcher. Tahap satu tiga unit, kedua enam unit, ketiga enam unit dan keempat enam unit.

Roket R-Han 122 yang memiliki jarak jangkau 14 kilometer tersebut merupakan hasil kerjasama yang sinergi antara Kementerian Pertahanan dengan Kementerian Riset dan Teknologi, LAPAN, PT. Pindad, dan pihak terkait lainnya. Pengembangan roket R-Han 122 dalam rangka mengurangi ketergantungan pengadaan dari luar negeri dengan memberdayakan potensi dan kemampuan industri pertahanan dalam negeri.


Hadir menyaksikan dan menijau secara langsung uji coba Roket R-Han 122 antara lain Staf Ahli Menhan Bidang Keamanan Kemhan Mayjen TNI Zaenal Fahri Tamzis dan sejumlah pejabat di lingkungan Kemhan, Mabes TNI AL dan industri pertahanan dalam negeri. (BDI/SR)

(DMC)



View the Original article

US Formally Process the Requests FMS 24 F16 to Indonesia

on Friday, November 18, 2011

18 November 2011


The Government of Indonesia has requested a sale for the regeneration and upgrade of 24 F-16C/D Block 25 aircraft equipped with AN/AAQ-33 SNIPER or AN/AAQ-28 LITENING Targeting Systems (photo : Daniel Bracx)

WASHINGTON – The Defense Security Cooperation Agency notified Congress Nov. 16 of a possible Foreign Military Sale to the Government of Indonesia for the regeneration and upgrade of 24 F-16C/D Block 25 aircraft and associated equipment, parts, training and logistical support for an estimated cost of $750 million.

The Government of Indonesia has requested a sale for the regeneration and upgrade of 24 F-16C/D Block 25 aircraft and 28 F100-PW-200 or F100-PW-220E engines being granted as Excess Defense Articles. The upgrade includes the following major systems and components: LAU-129A/A Launchers, ALR-69 Radar Warning Receivers, ARC-164/186 Radios, Expanded Enhanced Fire Control (EEFC) or Commercial Fire Control, or Modular Mission Computers, ALQ-213 Electronic Warfare Management Systems, ALE-47 Countermeasures Dispenser Systems, Cartridge Actuated Devices/Propellant Actuated Devices (CAD/PAD), Situational Awareness Data Link, Enhance Position Location Reporting Systems (EPLRS), LN-260 (SPS version, non-PPS), and AN/AAQ-33 SNIPER or AN/AAQ-28 LITENING Targeting Systems. Also includedare tools, support and test equipment, spare and repair parts, publications and technical documentation, personnel training and training equipment, U.S. Government and contractor engineering, technical and logistics support services, and other related elements of logistical and program support. The estimated cost is $750 million.

The proposed sale will contribute to the foreign policy and national security of the United States by improving the security of a strategic partner that has been, and continues to be, an important force for economic progress in Southeast Asia.

Indonesia desires the F-16 aircraft to modernize the Indonesian Air Force (IAF) fleet with aircraft more capable of conducting operations in the outermost border regions of Indonesia. The IAF’s current fleet of F-16 Block 15 aircraft is not capable of fulfilling that role, and the aging F-5 aircraft are expensive to maintain and operate due to diminishing resources existing to support the aircraft. The avionics upgrade will provide the IAF an additional capability benefitting security by modernizing the force structure, and enhancing interoperability by greater use of U.S.-produced equipment. Indonesia, which already has F-16 Block 15 and F-5 aircraft in its inventory, will have no difficulty absorbing these upgraded systems.

The proposed sale of this equipment and support will not alter the basic military balance in the region.

Indonesia requested the regeneration be sole sourced to the 309thMaintenance Wing, Hill Air Force Base, in Ogden, Utah, and Pratt Whitney, in East Hartford, Connecticut for the engine overhaul. There are no known offset agreements proposed in connection with this potential sale.

Implementation of this proposed sale will not require the assignment of any additional U.S. Government or contractor representatives to Indonesia.

There will be no adverse impact on U.S. defense readiness as a result of this proposed sale.

This notice of a potential sale is required by law and does not mean the sale has been concluded.




View the Original article

KRI Clurit-641 Pertama Kali Perkuat Latihan Armada Jaya ke 30

on

Jakarta, Kapal Republik Indonesia (KRI) Clurit-641 salah satu unsur Jajaran Komando Armada RI Kawasan Barat (Koarmabar) yang dilibatkan dalam Manuver Lapangan (Manlap) Latihan Puncak TNI AL Armada Jaya ke-30 di Perairan Sangatta Kalimantan Timur, saat ini berlayar lintas laut di sekitar perairan Pulau Bawean.

Kapal yang memiliki persenjataan Sensor Weapon Control (Sewaco), meriam caliber 30 mm 6 laras sebagai Close in Weapon System (CIWS), dan meriam anjungan 2 unit caliber 20 mm sehari-hari di bawah pembinaan Satuan Kapal Cepat Komando Armada RI Kawasan Barat dengan Markas di Mentigi Tanjung Uban Riau.

KRI Clurit-641, dengan Komandan Mayor Laut (P) Gulkariansyah salah satu unsur kapal pemukul reaksi cepat di jajaran Koarmabar memiliki kemampuan pendadakan, mengemban misi menyerang secara cepat, menghancurkan target sekali pukul dan menghindar dari serangan lawan dalam waktu singkat .

Kapal perang produksi dalam negeri tersebut memiliki spesifikasi berukuran panjang 43 meter, lebar 7,40 meter, dan berat 250 ton ini memiliki sistem pendorong yang handal mampu berlayar dan bermanuver dengan kecepatan 27 knot, serta memiliki daya tembak/hancur yang besar karena dilengkapi persenjataan Rudal C-705.

Kapal KCR-40 ini mampu menampung bahan bakar 50 ton, air tawar 15 ton, 35 orang anak buah kapal (ABK) dan masih mampu memuat 13 personel Pasukan Khusus. Selain itu memiliki peralatan navigasi akurat dan dilengkapi peralatan komunikasi yang mampu digunakan untuk melaksanakan komunikasi antar kapal permukaan dan pesawat udara dalam satu kesisteman.

KCR-40 yang terbuat dari baja khusus High Tensile Steel dilibatkan bersama dengan tiga KRI jajaran Koarmabar lainnya diantaranya KRI Sutan Taha Syaifudin-376, KRI Cut Nyak Dien-375 dan KRI Teluk Celukan Bawang untuk memperkuat Latihan Puncak TNI AL Armada Jaya.

Sejak diresmikan masuk memperkuat jajaran TNI AL, keterlibatan KRI Clurit-641 yang baru pertama dalam manuvra Latihan Puncak Armada Jaya ke-30 mampu mengikuti kegiatan manuvra lapangan sejak dari pangkalan Jakarta menuju Pangkalan Utama TNI AL di Surabaya dan selanjutnya lintas laut di Alur Perairan Barat Surabaya (APBS), Laut Jawa, Selat Makassar, perairan Pulau Laut Kaltim, perairan Sangatta Kaltim, dan Laut Sulawesi, hingga puncaknya dilaksanakan operasi amfibi berupa pendaratan pasukan pendarat Marinir di Sangatta, Kalimantan Timur.



View the Original article

KSAU Resmikan Radar di Saumlaki

on Wednesday, November 16, 2011

15 November 2011


Radar Master T TNI Angkatan Udara (photo : Audry)

Ambon, Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Imam Sufaat akan meresmikan satuan radar 245 di Saumlaki, Maluku, Selasa (15/11), guna memperkuat sistem pertahanan di wilayah timur Indonesia.

"Radar ini adalah sarana pemantauan udara yakni suatu sistem dari Kohanudnas (Komando pertahanan udara nasional) yang termonitor dari Jakarta," kata Imam Sufaat di Ambon, Senin malam.

KSAU menjelaskan, dengan beroperasinya satuan radar maka dapat melakukan pemantauan pesawat tempur, peluru kendali, pesawat komersial, maupun pemantauan lainnya seperti penangkapan ikan di laut.

Ia mencontohkan, dengan beroperasinya radar maka kecelakaan pesawat bisa segera termonitor lokasinya.

Satuan radar 245 di Saumlaki yang akan diresmikan pada Selasa (15/11), menurut dia, adalah satuan radar ke 18 dari target 32 satuan radar di seluruh wilayah Indonesia.

Menurut dia, setelah satuan radar 245 di Saumlaki, berikutnya juga akan segera diresmikan satuan radar di Timika, Papua, yang direncanakan pada Februari 2011, kemudian selanjutnya di Jayapura, Morowali, dan Kalimantan.

Sedangkan sebelumnya, kata dia, juga telah diresmikan beroperasinya satuan radar di Merauke, Papua.

Satuan radar lainnya yang telah beroperasi di wilayah timur Indonesia, menurut dia, adalah di Kupang Nusa Tenggara Timur serta di Biak, Papua.

"Jika satuan radar di Saumlaki dan Timika sudah resmi beroperasi maka tidak semakin menguatkan sistem pertahanan udara di wilayah Timur Indonesia. Tidak ada lagi blank spot karena seluruh wilayah timur Indonesia sudah tercover," katanya.

Pada kesempatan tersebut, KSAU mengakui, pembangunan satuan radar di wilayah timur Indonesia agak terlambat dibandingkan dengan wilayah barat dan wilayah tengah Indonesia, karena keterbatasan anggaran TNI AU.

Namun TNI AU, kata dia, bertekad bisa secepatnya membangun satuan radar di seluruh wilayah Indonesia terutama di wilayah timur Indonesia.

Dia berharap pertumbuhan ekonomi Indonesia terus meningkat atau minimal stabil seperti saat ini yakni 6,4 persen, sehingga anggaran untuk TNI juga bisa lebih baik, guna lebih mengoptimalkan sistem pertahanan seperti satuan radar.

Dalam rangkaian kegiatan peresmian satuan radar 245 di Saumlaki, Maluku, pada Selasa (15/11), sebelumnya KSAU juga menyempatkan diri melakukan kunjungan ke Landasan Udara Hasanuddin di Makassar Selawesi Selatan serta Landasan Udara Pattimura berikut mess prajurit TNI AU di Ambon Maluku, pada Senin.




View the Original article

Korps Marinir Miliki Divisi Sorong-Papua pada 2012

on

15 November 2011


Marinir TNI AL akan mempunyai 3 divisi (photo : Kaskus Militer)

Surabaya (ANTARA News) - Korps Marinir akan memiliki divisi baru yakni Divisi III Sorong-Papua pada tahun 2012 untuk melengkapi Divisi I (Pasmar-1) di Surabaya dan Divisi II (Pasmar-2) di Jakarta.

"Embrionya sudah lama ada di Sorong, yakni satu batalyon di Papua, tapi nantinya akan ditingkatkan menjadi brigade dan akhirnya divisi," kata KSAL Laksamana TNI Soeparno di Surabaya, Selasa.

Ia mengemukakan hal itu setelah memimpin upacara HUT ke-66 Korps Marinir di Lapangan Tembak Lettu Anumerta FX Supramono, Kesatrian Marinir Karangpilang, Surabaya.

Didampingi Komandan Pasmar-1 Brigjen TNI (Mar) A Fariz Washington dan Komandan Pasmar-2 Brigjen TNI (Mar) Sturman Panjaitan, ia menjelaskan penataan itu akan mendorong adanya tiga divisi yakni Divisi I di Jakarta, Divisi II di Surabaya, dan Divisi III di Sorong-Papua.

"Jadi, pengamanan kawasan perbatasan Indonesia dengan negara lain tidak akan ditambah, karena sudah dianggap cukup. Apalagi Marinir memang bukan untuk pengamanan perbatasan laut," ucapnya.

Selain itu, Korps Marinir juga akan menambah tank BMP-3 F sebanyak 54 unit tank dengan 34 tank baru akan direalisasikan pada tahun 2012, sedangkan sisanya menyusul.

"Ke-54 tank baru itu akan ditempatkan di wilayah barat dan timur dengan sebagian tank merupakan produksi dalam negeri. Yang jelas, kalau alat tempur kita bisa dibuat di dalam negeri, ya kita beli di sini," ujarnya. Kendati demikian, menurut KSAL, Korps Marinir itu bukan pasukan "ecek-ecek" (sepele). "Anda bisa lihat sendiri kesiapan personel dan materiil dari Divisi Infanteri 1 dan 2 dengan seluruh alat tempurnya yang didatangkan ke sini pada HUT ke-66 Koprs Marinir," katanya.

Upacara HUT ke-66 Korps Marinir yang diikuti 6.155 prajurit itu dimeriahkan dengn atraksi dari 12 tank PT-76 buatan Rusia yang dipakai dalam Pertempuran Trikora pada tahun 1960-an, tiga pucuk Launcher RPG yang pernah dipakai di Aceh dan Timtim, sekaligus demonstrasi terjun statik oleh 60 peterjun dan terjun "Freefall" oleh 11 peterjun yang turun secara bersamaan (bertumpukan).

Sebelumnya (14/11), istri Komandan Korps Marinir yang juga Ketua Gabungan Jalasenastri Korps Marinir, Ny Nita Alfan Baharudin, merayakan HUT Korps Marinir dengan mengunjungi anggota Marinir Wilayah Timur yang dirawat di Rumah Sakit Marinir, Gunungsari, Surabaya.




View the Original article

Special Forces Regiment Conducts Bilateral Exercise With KOPASSUS

on Monday, November 14, 2011

14 November 2011


SFR personnel conducting Room Clearance Procedure (photo : Brunei Mindef)

The Special Forces Regiment, Royal Brunei Armed Forces recently carried out a bilateral exercise, KILAT SAKTI 2011, with the Indonesian elite Special Forces Unit, Komando Pasukan Khusus (KOPASSUS) held in Indonesia.

A series of joint special operations training was conducted by both units which concentrated mainly on special operations tactics on Jungle and Guerilla Warfare. During the exercise, the Special Forces Regiment and KOPASSUS personnel also had the opportunity to share their skills, knowledge and exchange opinions and ideas on special operation tactics, techniques and procedures. A culmination exercise was conducted at an undisclosed location which involves a static and freefall insertion by troopers from both units and followed by a hostage rescue operation that was focused on a guerilla warfare situation.

To further increase the close relationship by both units, the Commanding Officer of the Special Forces Regiment, Colonel Dato Paduka Haji Harith bin Haji Abdul Karim had the opportunity to conduct a “Friendship Parachute Jump” with personnel from both units and was presented the Military Freefall Parachute Wing by the Commandant General of KOPASSUS, Major General TNI Wisnu Bawatenaya. The next exercise series will be held next year in Brunei Darussalam and will be hosted by the Special Forces Regiment.




View the Original article

Indonesia Produksi 'Hummer' di Pindad

on Sunday, November 13, 2011

10 November 2011

Kendaraan taktis Pindad hasil joint production dengan Prancis (photo : Kaskus Militer)

Indonesia sedang mengembangkan produksi kendaraan taktis (Rantis) dalam negeri di PT Pindad Bandung. Diharapkan Rantis lokal ini bisa sejajar dengan Hummer produksi Amerika Serikat (AS).
"Kita akan mengembangkan industri kendaraan taktis, ya kayak Hummer. Ini sudah dikerjakan oleh Pindad. Kita harapkan dalam waktu beberapa bulan ini selesai. Itu joint production," ujar Menhan Purnomo Yusgiantoro usai rapat soal alutsista di Istana Presiden, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Kamis (10/11/2011).

Menurut Purnomo, Rantis ini nantinya akan digunakan oleh pasukan khusus Indonesia maupun brigade-brigade tempur TNI. Pemerintah saat ini terus berusaha mengembangkan BUMN strategis untuk mencukupi kebutuhan alutsista TNI dan Polri. Berbagai cara dilakukan, mulai dari penyertaan modal negara hingga mengembangkan pasar untuk menjual alutsista buatan Indonesia.

"Bagaimana kita mendorong agar terjadi pergeseran yang tadinya impor kemudian produksi bersama kemudian juga bisa jadi produksi dalam negeri," jelas Purnomo.

(Detik)



View the Original article

TNI AD Dapat Rp14 Triliun Pengadaan Alutsista

on Saturday, November 12, 2011

11 November 2011


Tank Leoprad 2A6 Belanda (photo : Army Recognition)

Magelang (ANTARA News) - Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Darat mendapat alokasi pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista) dari pemerintah sebanyak Rp14 triliun.

Kepala Staf Angkatan Darat, Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo di Magelang, Jumat, mengatakan, hasil terakhir dalam sidang kabinet terbatas dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, TNI AD diberi porsi untuk pengadaan alutsista Rp14 triliun.

Ia mengatakan hal tersebut usai acara Wisuda Purnawira Perwira Tinggi TNI AD di Akademi Militer Magelang. Pada kesempatan tersebut diwisuda 166 perwira tinggi TNI AD yang telah memasuki masa pensiun, antara lain Jenderal TNI (Purn) Agustadi Sasongko Purnomo, Jenderal TNI (Purn) Djoko Santoso, dan Jenderal TNI (Purn) George Toissuta.

Menurut Pramono, anggaran tersebut antara lain akan digunakan untuk membeli tank, roket, meriam, dan helikopter.

Ia mengatakan, untuk pengadaan alutsista tersebut TNI AD telah menugaskan Wakasad TNI AD untuk melihat langsung pabrik senjata di Eropa bersama tim dari Kementerian Pertahanan.

Menurut dia, alutsista yang akan dibeli misalnya main battle tank atau tank berat yang selama ini Indonesia belum pernah memiliki. "Jika ini bisa diwujudkan maka Indonesia akan menjadi negara yang seimbang dengan negara tetangga," katanya.

Ia mengatakan, dengan kondisi perekonomian eropa yang sedang tidak baik maka mereka membutuhkan uang tunai sehingga mereka menjual senjata dengan harga murah.

Ia menuturkan, dari plafon untuk pembelian 44 tank berat, ternyata mereka menawarkan untuk pembelian 100 unit tank berat.

"Indonesia sebenarnya diuntungkan dengan situasi ekonomi Eropa kurang baik saat ini, mereka berani menjual dengan harga murah, sedangkan Indonesia butuh peralatan tersebut," katanya.

Pramono mengatakan, untuk pengadaan helikopter Apache, Indonesia dapat harga khusus, dari harga 30 juta dolar AS perunit mendapat keringanan 5 juta dolar US perunit sehingga harganya menjadi 25 juta dolar US perunit.

"Karena membeli delapan unit helikopter maka dapat menghemat dana hingga 40 juta dolar AS," katanya.

Ia mengatakan, pengadaan alutsista tersebut harus selesai tahun 2014 sesuai anggaran yang disiapkan pemerintahan saat ini.




View the Original article

TNI AU Bentuk Skadron Helikopter Baru

on

11 November 2011


Sebelum menjadi skadron tersendiri, helikopter angkut VIP/VVIP bergabung dengan Skadron Udara 17 yang juga berpangkalan di halim (photo : Jetphotos)

JAKARTA, KOMPAS.com - TNI Angkatan Udara membentuk skadron helikopter baru yakni Skadron 45. Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal TNI Imam Sufaat meresmikan Skadron Udara 45 yang merupakan satuan angkut VIP dan VVIP di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jumat (11/11/2011).


KSAU juga melantik Letkol (Pnb) Muzawar sebagai Komandan Skadron Udara 45. "Untuk membangun Angkatan Udara yang kuat adalah tidak mudah dan membutuhkan dana yang tidak sedikit," kata KSAU.


Menurut KSAU, sebagai pangkalan operasional, Lanud Halim Perdanakusuma menjadi salah satu pengkalan dengan tingkat operasional yang sangat tinggi, oleh karena itu seluruh personel Satuan Lanud Halim Perdanakusuma harus benar-benar memperhatikan masalah Keselamatan Terbang dan Kerja yang menjadi dasar sebagai pegangan dalam setiap pelaksanaan tugas.


Saat ini di Lanud Halim berpangkalan Skadron Udara 17 yang juga bertugas mengangkut para penumpang VIP dan VVIP. Skadron Udara 17 menggunakan pesawat fixed wing seperti Boeing dan sejumlah pesawat terbang lain.




View the Original article

Turkey Denies Losing Deal for Indonesian Navy Submarines

on Friday, November 11, 2011

27 Oktober 2011


If Indonesia chooses Turkey’s bid, SSM will build two submarines at the Gölcük naval shipyard with an HDW license. (photo : Hurriyet)

Turkish procurement officials have denied a South Korean claim that the Korean Daewoo Shipbuilding and Marine has defeated a joint bid by Germany and Turkey to sell submarines to the Indonesian Navy.

‘’We are constantly in touch with Indonesian authorities. Together with Germany, we will soon submit an offer outlining our final offer with very favorable conditions. Indonesia is waiting for that,’’ a procurement official told the Hürriyet Daily News recently on condition of anonymity.

‘’In addition, Germany’s Howaldtswerke-Deutsche Werft [HDW] is our full partner and is the builder of the HDW-class 209 submarines that Indonesia wants to buy. We don’t know how the South Koreans may overcome this license problem, because HDW is working with us,’’ the official said. ‘’For us, the competition is continuing.’’

Daewoo Shipbuilding & Engineering said earlier this month that it aimed to seal a $1.1 billion agreement with the Indonesian government by November to build three submarines. The South Korean shipbuilder said in a statement that this would mark the first exports of submarines from the country.

“We have launched talks to sign a submarine contract with Indonesia’s Defense Ministry,’’ Daewoo said in a statement.

A team of Turkish and German companies and Turkey’s procurement office are also jointly seeking a contract to sell two HDW-class 209 diesel submarines to Indonesia worth about $1 billion in an offer with sweeteners against the South Korean rivals.

French and Russian companies dropped out of the bidding for the Indonesian Nay deal earlier, allowing South Korea’s Daewoo Shipbuilding & Marine to emerge as the leading candidate. Daewoo was expected to bid together with HDW, but it later decided to bid on its own.

Facing the threat of being left out of the deal, HDW, a subsidiary of ThyssenKrupp Marine Systems, approached the Undersecretariat for Defense Industries (SSM), Turkey’s defense procurement agency.

Together with Turkey, HDW also is manufacturing six modern U-214 diesel submarines for the Turkish Navy. In partnership with HDW, Turkey earlier built 14 U-209 submarines, which Indonesia now wants to buy.




View the Original article

Debut MRAP Baru Kopassus

on

27 Oktober 2011


Mamba Mark II MRAP 4x4 buatan BAE Systems Land Systems OMC, unit bisnis BAE Systems di Afrika Selatan (all photos : ARC, Audryliahepburn)

Setelah MRAP Casspir dimiliki Kopassus, belum ada lagi kabar kendaraan sejenis yang akan diakuisisi oleh TNI. Namun pada tahun akhir tahun 2006, bersamaan dengan diselenggarakannya pameran pertahanan Indodefence 2006, muncul berita bahwa BAE System menawarkan MRAP tipe RG-31 Nyala dan RG-32 kepada TNI.

Tidak ada kabar mengenai disetujui tidaknya sodoran kendaraan MRAP tersebut, namun Majalah Commando edisi Mei 2010 memergoki satu kendaraan MRAP yang mirip RG-31 ketika sedang berkunjung ke markas Kopassus.

Beberapa hari yang lalu menjelang diadakannya Latihan Gabungan Anti Teror 2011, foto kendaraan MRAP tersebut beredar di forum-forum militer. Pada hari ini kendaraan tersebut resmi diperlihatkan kepada publik dalam Latihan Gabungan Anti Teror TNI-Polri 2011.




Menilik dari bentuk fisiknya terutama grille depan, lampu depan, dan ban cadangan di bodi sebelah kiri maka kendaraan ini dapat diidentifikasikan sebagai Mamba, dan melihat dari kaca samping bagian belakang yang hanya terdiri dari satu ruas, maka dapat dipastikan bahwa kendaraan ini adalah Mamba Mk II MRAP buatan Afrika Selatan.

Mamba dibuat oleh Reumech OMC, pabrikan dari Afrika Selatan, pabrikan ini sempat mengalami proses akuisisi beberapa kali dimulai oleh Vickers, Alvis dan terakhir oleh BAE Systems dan namanya pun berubah menjadi BAE Systems Land Systems OMC.

Mamba Mk II sebagai kendaraan ringan 4x4 ditenagai oleh mesin diesel Mercedes Benz 352N 6-cylinder sehingga kendaraan dapat dipacu hingga kecepatan 102 km/jam. Sebagai kendaraan MRAP (Mine Resistant Ambush Protected), kendaraan ini mempunyai lambung baja berbentuk V untuk melindungi penumpangnya dari ledakan ranjau anti tank.

Kendaraan ini mempunyai berat 6,8 ton, dengan bodi monocoque dan mempunyai ground clearance 41cm. Standar proteksi Mamba pada lambung baja dan kacanya dapat memberikan perlindungan terhadap tembakan senjata dengan amunisi ukuran 5,56 × 34 mm dan 7,62 × 51 mm serta perlindungan opsional terhadap amunisi tipe armour–piercing ukuran 7,62 × 51 mm standar NATO.


Memang terdapat tiga kendaraan MRAP yang mirip satu sama lain yaitu : mamba, Nyala, dan Reva. RG-31 Nyala adalah pengembangan lebih lanjut dari Mamba Mk II oleh Land Systems OMC, sedangkan Reva adalah pengembangan oleh ICP dengan mesin penggerak Merek Cummins sejak varian Mamba Mk I. Reva telah dipakai oleh Angkatan Darat Thailand dan dioperasikan di wilayah konflik Thailand Selatan.

Selain Mamba, Kopassus juga mengoperasikan kendaraan MRAP Casspir yang sama-sama buatan Afrika Selatan. Casspir diproduksi oleh TFM yang selanjutnya diakuisisi oleh Reumech OMC dan akhirnya menjadi Land Systems OMC. Casspir tergolong MRAP berukuran sedang.

Dalam mengangkut personil Mamba mampu membawa 9 personil plus 2 crew, sedangkan Casspir yang mempunyai bobot 10,88 ton dapat membawa lebih banyak lagi yaitu 12 personil plus 2 crew.

Kendaraan ini pantas digunakan oleh Sat-81 Gultor Kopassus, karena akan memberikan perlindungan maksimal pada prajurit yang telah dididik dengan biaya mahal.

(Defense Studies)



View the Original article

KF-X Vision Unveiled

on

27 Oktober 2011


KFX variant in Seoul Air Show 2011 (all photos : Stephen Trimble)

In a seminar today at the Seoul Air Show, South Korean government officials outlined the strategy and plans for the KF-X, a twin-engined stealth fighter with a design goal of achieving manoeuvrability, speed and range performance between a Lockheed Martin F-16 and a Boeing F-15.

South Korea wants to develop the KF-X over the next nine years, with mass production beginning after 2020. Indonesia has already joined the programme, and talks with Turkey are continuing.

If developing an all-new stealth fighter is not enough of a challenge, South Korea also intends to equip the KF-X with a set of all-new weapons, including indigenous missiles in the Raytheon AIM-9 Sidewinder and AIM-120 AMRAAM class, guided bombs and an anti-ship missile. South Korean officials have released a development budget estimate of about US$5 billion, which seems (wildly?) optimistic.


KF-X has previously been pictured with canards, but that concept was nowhere in today's presenations. Instead, the KF-X appears to have morphed into a more conventional fighter. It appears similar a two-engine variant of the Lockheed F-35. This is Korea's vision for the KF-X. Eurofighter presented an alternative vision of KF-X, which I will present later.


See Also :

19 Oktober 2011


Tucked into a corner of the Samsung Thales exhibit booth was a small room labeled "Next Generation Aircraft Display". Inside was a demonstration cockpit, and a clue to one of the key pieces of South Korea's indigenous K-FX stealth fighter.


An attendant who spoke only slightly more English than we can speak Korean seemed to express that this was a new KF-16 cockpit. But the image on the large area display showing a fighter with canards and a canted tail gave the secret away. This was the locally developed cockpit concept for the fighter South Korea hopes to develop by 2020.




View the Original article

PT DI Targetkan Produksi 12 Pesawat CN Per Tahun

on Thursday, November 10, 2011

28 Oktober 2011

Ada 4 tipe pesawat angkut yang akan diproduksi PT DI yaitu : CN-295, CN-235, CN-212, dan CN-219. (photo : Militaryphotos)

Target 12 Pesawat per Tahun

BANDUNG – PT Dirgantara Indonesia (PT DI) optimistis mampu memproduksi 12 pesawat jenis CN untuk memenuhi kebutuhan pasar Asia Pasifik. Kesiapan ini berdasar kemampuan dan pengalaman yang dimiliki tenaga ahli perusahaan yang berbasis di Bandung tersebut menggarap pesawat jenis itu,termasuk CN-235.

Direktur Aerostructure PT DI Andi Alisjahbana mengungkapkan, produksi CN-295 akan terlebih dulu dibuat di pabrik Airbus Military Industry di Spanyol. Selain untuk melatih teknisi, langkah tersebut diambil untuk memberi kesempatan bagi PT DI mempersiapkan investasi bahan baku dan alat.

Baru kemudian produksi bisa dilakukan di Indonesia. “Nantinya, PT DI akan bertanggung jawab pada proses final essambly CN-295 dengan komposisi bahan baku 50% oleh PT DI dan 50% oleh Airbus Military. Namun, untuk membuat CN-295, PT DI juga masih membutuhkan bahan baku dari negara lain. Seperti engine dari Kanada,avionik dari Amerika Serikat, dan beberapa komponen lain dari Spanyol dan negara lain, ”jelasnya.

Menurut dia,membuat CN- 295 nyaris sama dengan membuat CN-235. Yang membedakan adalah CN-295 lebih panjang tiga meter. Adapun produksi CN-295 pesanan Kementerian Pertahanan (Kemhan) sendiri tidak ada perbedaan mendasar dengan struktur CN sejenis. Perbedaan hanya terdapat pada struktur tempat duduk yang di buat memanjang mengikuti panjang pesawat sehingga bisa membawa 70 pasukan serta barang dalam jumlah besar.

Seperti diberitakan sebelumnya, perusahaan pesawat terbang berplat merah itu secara resmi memulai kerja sama dengan Airbus Military pesawat CN-295. Pada tahap awal, PT DI akan memproduksi sembilan pesawat CN-295 untuk memenuhi pesanan TNI AU dengan nilai kontrak mencapai USD325 juta.

Perjanjian kerja sama produksi CN-295 antara PT DI dan Airbus Military disaksikan langsung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Presiden berharap kerja sama ini menjadi tonggak kebangkitan perusahaan yang pernah jaya di masa kepemimpinan BJ Habibie. Andi menggariskan, kerja sama PT DI dengan Airbus Military bukan hanya pada produksi dan pemasaran CN-295, tapi juga pada beberapa tipe CN lainnya, CN-235, CN-212–200, dan CN-219.

Dia optimistis empat tipe pesawat tersebut akan diserap pasar karena tiap tipe memiliki kelebihan berdasarkan kebutuhan suatu negara. Negara yang butuh pesawat dengan daya angkut kecil tapi lincah bisa memesan CN-219 dengan kapasitas 19 penumpang atau CN-212–200 dengan kapasitas 24 penumpang. Sementara bila kebutuhannya lebih besar lagi, bisa memesan CN-235 (42 penumpang) atau CN-295 (70 penumpang).

“Tapi kita akan lebih fokus memasarkan tipe CN-219.Selain investasinya tidak terlalu besar, hanggar yang kami miliki juga cukup untuk memproduksi beberapa pesawat sekaligus,” tegas dia. Ekonom dari Univesitas Padjadjaran Acuviarta Kurtubi mengatakan, pesanan sembilan pesawat CN-295 oleh Kemhan akan sangat membantu PT DI untuk bangkit dari keterpurukan sejak beberapa tahun silam.

Terlebih, dalam kurun waktu beberapa waktu ke depan, pemerintah akan membelanjakan sekitar Rp150 triliun untuk keperluan alat utama sistem senjata (alutsista). Peluang tersebut semestinya dimanfaatkan BUMN dalam negeri. “Namun, karena yang dijual adalah pesawat, pemerintah tetap harus campur tangan. Seperti halnya yang dilakukan AS.Penjualan pesawat tempur dilakukan pada pembicaraan tingkat tinggi,” jelasnya.

Salah satu hal yang bisa dikerjakan Pemerintah Indonesia adalah dengan menyertakan penjualan pesawat pada paket kerja sama ekonomi dengan negara lain seperti Afrika.

(Seputar Indonesia)

Baca juga :

PTDI Patok Produksi 250 Unit Pesawat CN295
26 Oktober 2011

BANDUNG: PT Dirgantara Indonesia (PTDI) menargetkan bisa memproduksi 200 unit hingga 250 unit pesawat CN295, proyek baru bersama Airbus Militery Industry untuk membidik pasar di Asia Pasifik.

Tahap pertama diproduksi sebanyak 9 unit untuk memenuhi pesanan dari Kementerian Pertahanan senilai US$325 juta yang ditargetkan selesai pada semester I 2014.

Dirut PTDI Budi Santoso mengatakan target produksi itu sangat realistis dengan menjadikan seluruh permintaan di pasar domestik untuk sipil dan militer sebagai pasar yang akan dipenuhi melalui produk CN295 yang merupakan pesawat multifungsi.

"Untuk memenuhi pesanan itu, proses produksi tidak menjadi persoalan lagi karena sudah ada suntikan dana cash melalui APBN 2012 senilai Rp1 triliun," katanya sesuai peresmian proyek pesawat baru itu oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di pabriknya di Bandung, hari ini.

Selain pesanan dari TNI, lanjutnya, produk anyar itu juga sudah dipesan Korsel sebanyak empat unit.

Sementara itu, Menhan Purnomo Yusgiantoro mengatakan kontrak pesanan CN295 senilai US$325 juta merupakan bagian dari rencana pembelian alutsista periode 2009-2014 yang disiapkan Rp150 triliun.

Menurut dia, pemerintah terus memberdayakan produk alutsista yang diproduksi oleh industri dalam negeri untuk mendukungan pengembangan industri strategis nasional.

Penuhi komitmen

Dia mengharapkan PTDI bisa memenuhi komitmen produksi sembilan pesawat itu pada semester I 2014.

Dia mengatakan pemerintah ingin PTDI dengan industri strategis lain bisa melakukan kebijakan-kebijakan yang inovatif dan menguntungkan supaya bisa kembali berkembang.

PTDI dengan Airbus Militery Industry yang menjadi mitra kolaborasinya untuk mengembangan tipe pesawat baru itu telah menandatangani nota kesepahaman memproduksi bersama sekaligus pemasaran ke kawasan Asia Pasifik.

Nota itu ditandatangani dihadapan Presiden Yudhoyono dalam acara kunjungan ke pabrik itu untuk meresmikan proyek produksi pesawat tersebut. (bsi)

(Bisnis Indonesia)



View the Original article

ITS Membuat Kapal Selam

on

01 November 2011


Sejumlah mahasiswa Fakultas Teknologik Kelautan Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya (ITS) sedang menggarap Kapal Perang Crocodile-Hydrofoil di Laboratorium Hidrodinamika, (photo : Kompas)


SURABAYA, KOMPAS.com- Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya membuat kapal selam yang diberi nama Kapal Perang Crocodile-Hydroffoil. Saat ini pembuatan baru mencapai sekitar 20 persen berupa penyiapan dua mesin kembar diesel Mitsubishi 6D40T dengan kapasitas masing-masing 350 PK serta pembuatan mal atau contoh badan kapal sesuai ukuran.

"Pembuatan kapal selam ini menggunakan dana program insentif riset dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan," kata Kepala Laboratorium Hidrodinamika Fakultas Teknik Kelautan Institut Sepuluh Nopember Surabaya Wisnu Wardhana, Selasa (1/11/2011) di Surabaya.

Alokasi dananya mencapai Rp 3 miliar yang disampaikan selama tiga tahun antara 2011-2013 atau setiap tahun sebesar Rp 1 miliar.

Menurut Wisnu, Kapal Perang Crocodile-Hidrofoil merupakan yang pertama di Indonesia. "Kapal selam ini kombinasi dari tiga fungsi, yaitu untuk kapal hidrofoil yang melayang hanya bagian sayap yang menyentuh permukaan air, kemudian fungsi kapal permukaan, dan fungsi kapal selam dengan kedalaman 5-7 meter," kata Wisnu.

Dijadwalkan, kapal ini selesai tahun 2013. Lokasi uji coba di Selat Madura.




View the Original article

PT Pindad Bidik Peluang Pasar Rp 13,6 Triliun untuk 2010-2014

on

02 November 2011

Panser IFV dengan kanon 20mm (photo : ARC/Audryliahepburn)

PT Pindad Kembangkan Panser Canon

Jurnas.com PT Pindad akan melakukan pengembangan Panser Canon 6x6. Pengembangan yang didasarkan pada Panser 6x6 Anoa ini, akan menghasilkan Kavaleri (Canon 90 mm) dan Infanteri Fighting Vehicle (Canon 20 mm).

“Rencananya kami akan melakukan kerja sama dengan Korea Selatan pada 2012,” kata Direktur Produk Manufaktur Tri Hardjono di Bandung Jawa Barat, Selasa (1/11).

Pengembangan panser ini, tambah dia, juga untuk mendukung satuan Korps Marinir TNI AL terhadap kebutuhan kebutuhan panser amfibi. Selain itu, PT Pindad akan melakukan peremajaan medium tank dengan perkiraan harga per unit mencapai Rp 35 miliar. “Pengembangannya memakan waktu 1,5-2 tahun,” kata Tri.

Lingkup retrofit tank AMX-13 (image : Ristek)

Dia berharap, pada 2014 nanti, medium tank ini sudah bisa unjuk kemampuan di hadapan masyarakat. Tri juga mengatakan, perusahaan BUMN Industri Pertahanan itu akan menjalankan program retrofit tank AMX-13 beroda rantai untuk peningkatan daya gerak, daya gempur, fungsi optik, dan komunikasi.

Menurutnya, program ini akan memakan anggaran Rp400 miliar selama lima tahun. “Ini kami lakukan dalam rangka proses penguasaan rancang bangun dan industrialisasi ranpur kanon Indonesia,” katanya.

(Jurnal Nasional)


Baca Juga :


PT Pindad Tambah Kapasitas Produksi Alutsista TNI
02 November 2011

BANDUNG – PT Pindad menargetkan peningkatan kapasitas produksi sejumlah produk lama serta pengembangan produk baru untuk mendukung pencapaian program kekuatan pokok minimum (minimum essential force MEF) TNI.

Peluang pasar alat utama sistem senjata (alutsista) yang bisa ditembus PT Pindad terkait program MEF hingga periode 2010-2014 diperkirakan mencapai Rp13,664 triliun. Direktur Manufaktur PT Pindad Tri Harjono mengatakan, PT Pindad ditugasi untuk memproduksi alutsista guna mendukung program MEF bagi TNI.


Selama ini PT Pindad baru memproduksi aneka amunisi kaliber kecil, granat mortir, granat tangan, senjata ringan,mortir,dan panser. Sekarang ini kapasitas produksi per tahun beberapa jenis senjata ringan seperti pistol dan senapan serbu masing-masing mencapai 20.000 pucuk dan senjata kelompok 5.000 pucuk. Kapasitas untuk granat tangan mencapai 120.000 butir dan amunisi mortir sejumlah 100.000 butir.


Adapun untuk jenis amunisi kaliber kecil seperti kaliber 9 mm, kapasitasnya 18 juta butir dan 50 juta butir untuk kaliber 5,56 mm.kaliber 0,38 mm 5 juta butir, kaliber 12,7 mm 2 juta butir, serta 10 juta butir untuk kaliber 7,62. Untuk kapasitas produksi bom baru mencapai 50 buah dan 80 unit bagi ranpur/rantis. Guna memenuhi program MEF, beberapa produk akan ditingkatkan kapasitasnya.


Di antaranya senjata serbu menjadi 30.000 pucuk, amunisi kaliber 9 mm menjadi 32 juta butir,dan kaliber 5,56 mm naik menjadi 113 juta butir. Produksi bom juga digenjot sehingga mencapai 500 buah dan ranpur menjadi 160 unit. ”Pengembangan alutsista untuk kavaleri dan artileri memang menjadi fokus PT Pindad ke depan. Karena itu,selain meningkatkan kapasitas produksi, juga dirintis pembuatan sejumlah jenis produk baru.


Di antaranya granat meriam, meriam, roket dan rudal, serta kendaraan tempur kanon dan kendaraan perintis,”ungkapnya dalam pertemuan dengan rombongan wartawan bersama Puskom Publik Kementerian Pertahanan di Bandung kemarin. Tri menuturkan, pihaknya saat ini tengah berupaya membuat amunisi kaliber besar untuk meriam tank dan kapal tempur seperti kaliber 20 mm dan 105 mm.


Targetnya ke depan untuk amunisi kaliber 20 mm dapat diproduksi 30.000 butir per tahun dan 15.000 butir per tahun untuk kaliber 105 mm. “Ketika Perang Dunia II, kita sudah menyaksikan negara-negara Eropa memakai kanon 200 mm. Sedangkan kita untuk membuat kanon 20 mm saja saat ini belum bisa,”ujarnya.

Lebih lanjut dia menuturkan, peluang pasar alutsista untuk 2010-2014 mencapai nilai Rp13,664 triliun. Mayoritas dihasilkan dari produk kendaraan tempur (ranpur) sebanyak Rp10,782 triliun (424 unit) dan senjata ringan dan senjata pokok sebesar Rp1,315 triliun (126.248 pucuk).

PT Dirgantara Indonesia

Sementara itu, PT Dirgantara Indonesia memerlukan proyek-proyek pembuatan pesawat terbang untuk menjaga kelangsungan perusahaan.

Tanpa proyek pembuatan pesawat, diperkirakan dalam waktu dua tahun kemampuan membuat rancang bangun pesawat yang sekarang dimiliki PT DI akan hilang. Direktur Teknik dan Pengembangan PT DI Dita Ardoni Safri menuturkan, saat ini PT DI sudah tidak mempunyai lisensi untuk memproduksi helikopter dan beberapa jenis pesawat. Aktivitasnya praktis sekadar membuat komponen untuk memenuhi permintaan industri penerbangan asing.

Adapun produksi pesawat hanya untuk jenis yang desainnya tidak bergantung pada lisensi. Tanpa lisensi,pembuatan pesawat sebenarnya bisa berlangsung asalkan desain dibuat sendiri. Namun, hal ini tidak mudah karena untuk mendesain butuh biaya besar. “Kami minta agar proyek yang diminta pemerintah tidak per tahun, tapi jangka panjang dengan pembuatan pesawat 15-20 unit agar dapat lisensi,” katanya. Minimnya kesempatan membuat pesawat berdampak pada kemampuan karyawan.

Saat ini banyak karyawan PT DI yang belum pernah membuat pesawat, padahal harus ada regenerasi karyawan. Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pertahanan Brigjen TNI Hartind Asrin menegaskan, pemerintah akan membeli alutsista dari dalam negeri selama jenis yang dibutuhkan tersebut sudah mampu diproduksi oleh industri pertahanan dalam negeri. Hal ini sebagai langkah untuk mencapai kemandirian alutsista.

(Seputar Indonesia)



View the Original article

PTDI Tegaskan Siap Dilibatkan Dalam Proyek Peremajaan F-16

on Wednesday, November 9, 2011

02 November 2011


PT DI sudah memiliki pengalaman saat mengintegrasikan pesawat di Turki bersama TAI.(photo : Trdefence)

Bandung, Seruu.com - PT Dirgantara Indonesia (DI) mampu melaksanakan proses peremajaan (retrofit) 24 unit pesawat tempur F-16 dari Amerika Serikat (AS). Hal ini menanggapi rencana pemerintah dan DPR yang menyatakan peremajaan bernilai US$ 500-800 juta itu tidak dilakukan di Indonesia.


"Jika diberi kesempatan, tim DI harus dibawa untuk ikut meretrofit," kata Direktur Teknologi PTDI Dita Ardoni Jafri, di Bandung, Selasa (01/11/2011) malam.

Dia mengatakan, proses peremajaan pesawat tempur tersebut tidak sulit karena hanya perlu mengintegrasikan komponen yang tersedia. PTDI, lanjut dia, mampu melakukan fungsi pekerjaan tersebut. "Namanya sistem avionik, semua kompunen sudah dikasih, ada paket-paket gambarnya, kalau itu diberi kita akan kerjakan," kata Dita.

Dita menyatakan, PTDI seharusnya diberikan kepercayaan untuk menerapkan teknologi dalam proses retrofit pesawat tempur itu. Langkah ini akan membuka kesempatan bagi perusahaan pelat merah itu tidak hanya sekedar menempelkan bagian-bagian pesawat, namun juga belajar hingga ke perangkat lunak (software) yang menggerakkan seluruh komponen. "Tapi lihat nilainya, jangan sampai dilibatkan tapi nilai tidak signifikan," tandas dia.

Kepala Staf Angkata Udara (KSAU) Marsekal Imam Sufaat pernah menyatakan proses retrofit pesawat F-16 hibah itu tidak dilakukan di Indonesia karena beban biaya untuk membawa pesawat ke Tanah Air. Faktor lainnya adalah ketidaklengkapan alat serta sumner daya PTDI. [ndis]




View the Original article

LEN Targetkan Peningkatan Kontrak Pengadaan Alkom

on

02 November 2011


Fiscor 100 Manpack (photo : LEN)

ANTARAJAWABARAT.com, - PT Len Industri (Persero) mengharapkan peningkatan kontrak pengadaan alat komununikasi dari Kementerian Pertahanan 2012.

"Nilai kontrak dari Kementerian Pertahanan dalam pengadaan alat komunikasi bagi TNI masih sangat kecil, diharapkan dengan semangat pembelian produk dalam negeri untuk mendukung alutsista kontrak pembelian ke Len meningkat," kata Direktur Utama PT Len Industri (Persero) Wahyudin Bagenda di Bandung, Jumat.

Tidak disebutkan nilai kontrak pesanan alat komunikasi dari Kementerian Pertahanan ke PT Len itu, namun menurut Wahyudin nilainya belum signifikan.

Namun ia optimis, dengan komitmen Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang mewajibkan pengadaan alutsista memanfaatkan produk dalam negeri, PT Len Persero optimis bisa mendapatkan kontrak pemesanan lebih besar lagi.

"Pembelian produk Len selama ini untuk perangkat pendukung, terutama alat komunikasi. Salah satu alat komunikasi dipasang di Panser Anoa buatan PT Pindad," kata Wahyudin.

Produk Alkom Fiscor-100 produk PT LEN telah mendapatkan sertifikasi dari Litbang TNI-AD sejak Desember 2010 lalu. Selain itu LEN juga terus mengembangkan alat komuninasi Manpack Alkom Fiscor-100 yang merupakan hasil kerjasama antara PT Len dengan Litbang Kementerian Pertahanan.

Wahyudin Bagenda menyebutkan, Len telah melakukan pengembangan produk pertahanan sejak tahun 2001. Semua desain produk itu merupakan hasil karya dari kemampuan anak bangsa yang ada di Len.

Selain memproduksi alat komunikasi dan alat pendukung pertahanan, Len juga memproduksi sistem persinyalan Kereta Api, pembangkit listrik tenaga surya, maintenance pembangkit listrik KRL serta beberapa produk lainnya berbasis teknologi informasi.

PT Len Industri (Persero) merupakan salah satu BUMN Strategis yang tahun 2011 ini menargetkan pendapatan senilai Rp1,4 triliun.




View the Original article

PAL dan Damen Schelde Akan Berbagi Membangun Blok Modul PKR

on

03 November 2011


Teknologi modular kapal Sigma/PKR memungkinkan pembangunan blok-blok secara terpisah untuk kemudian dirangkai menjadi satu (image : Militaryphotos)

PT PAL Gandeng Belanda Buat Kapal Perang

SURABAYA--MICOM: Direktur Sumber Daya Manusia dan Umum PT PAL Indonesia, Soewoko Kartanegara, menyatakan bahwa PT Penataran Angkatan Laut (PAL) akan melakukan joint production pembuatan kapal Perusak Kawal Rudal (PKR) dengan Belanda.

"Sampai saat ini prosesnya masih dalam negoisasi" ujarnya di sela-sela kunjungan ke PT PAL Indonesia, Surabaya, Rabu (2/11).

Soewoko menjelaskan bahwa kapal yang akan dibuat adalah kapal jenis Sigma Class yang rencananya blok utamanya akan dibuat di Belanda, sedangkan blok yang bukan utama akan dibuat di Indonesia.

Perusahaan Belanda yang akan melakukan joint production dengan Indonesia adalah Damen Schelde Naval Shipbuilding (DSNS), Belanda.

Beberapa hal yang masih dinegosiasikan oleh PT PAL untuk pembuatan kapal PKR tersebut adalah jumlah personel PT PAL yang akan dikirim kesana dan jumlah kapal yang akan diproduksi.

"Kita sih maunya 200 orang, dan kalau buat kapal itu kan tidak mungkin satu karena harganya akan mahal" pungkasnya.

Sementara itu, staf khusus Direktur Utama PT PAL Bidang Alutsista, Edy Andarto, mengungkapkan bahwa PT PAL telah mengembangkan desain pembuatan Fregate terbaru dan juga kapal LHD (Landing Helicopter Dock). "Tapi semua tergantung dengan pemerintah juga mau kapan memesannya," Ujarnya. (OL-8).




View the Original article

Pindad Membutuhkan Tambahan Mesin Pembuat Munisi

on Tuesday, November 8, 2011

04 November 2011


Mesin pembuat munisi Pindad, pembeliannya harus melalui proses G to G untuk memastikan bahwa pembelian mesin bukan untuk ofensif (photo : Detik)

Pindad Butuh Mesin Pembuat Peluru

MALANG - PT Pindad sebagai pemasok utama munisi masih kekurangan mesin pembuat peluru untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Dengan mesin yang ada, Pindad hanya bisa memproduksi 120 juta butir peluru per tahun. Sebanyak 50 juta butir di antaranya untuk diekspor. Padahal, kebutuhan munisi di dalam negeri sebanyak 120 juta per tahun.

"Kita hanya dapat memenuhi sebanyak 70 juta butir peluru untuk kebutuhan dalam negeri. Jadi, masih kurang 50 juta butir peluru," kata Direktur Sistem Senjata PT Pindad, Irianto, di lokasi pembuatan peluru PT Pindad Divisi Munisi di Malang, Kamis (3/11).

Kendala lain, mesin yang ada sekarang sudah terlalu tua untuk memproduksi peluru secara maksimal. Mesin yang sebenarnya bisa memproduksi 7.200 peluru per jam, terpaksa diturunkan performanya menjadi 6.000 peluru per jam. Penurunan performa ini, menurut Irianto, agar kualitasnya bisa tetap terjaga. Mesin ini sudah berumur 20 tahun, sedangkan kemampuan maksimal mesin hanya 15 tahun.

Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, tambah dia, khususnya TNI dan Polri, PT Pindad meminta Kementerian Pertahanan menambah dua lini mesin lagi, yakni satu lini mesin untuk membuat peluru kaliber 5,56 milimeter dan satu lini mesin untuk membuat peluru kalibar 9 milimeter. Satu lini mesin bisa memproduksi sebanyak 30 juta butir peluru per tahun. Penambahan dua lini mesin ini diperkirakan bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Adapun harga untuk satu lini mesin adalah 150 miliar rupiah. Kalaupun disetujui, PT Pindad berharap pemerintah membeli mesin buatan Jerman karena kualitasnya dinilai paling bagus. "Kami bisa usahakan dalam lima tahun modal bisa kembali," kata Irianto.

Kondisi serupa juga dialami mesin munisi kaliber besar. Pindad belum bisa memproduksi besar karena keterbatasan mesin. "Investasi mesin munisi kaliber besar sangat mahal. Kemampuan anggaran pemerintah pun masih sangat terbatas," katanya. Namun, untuk soal desain, PT Pindad mengaku bisa mengikuti perkembangan munisi-munisi yang dibuat negara maju.

Rapat Evaluasi

Menanggapi keinginan PT Pindad ini, Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pertahanan (Kemhan), Brigjen Hartind Asrin mengatakan Kemhan akan menindaklanjuti permintaan tersebut melalui Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP). "Setiap tiga bulan KKIP selalu melakukan rapat evaluasi. Salah satu tujuannya untuk mengetahui kekurangan setiap industri pertahanan," katanya.

Rapat tersebut, kata Hartind, akan selalu dihadiri produsen, pengguna, dan pemerintah. Di dalam unsur pemerintah juga selalu dihadirkan perwakilan dari Kementerian Keuangan agar bisa langsung menginformasikan kondisi keuangan negara untuk bidang pertahanan. "Kalau ternyata masih ada anggarannya, permintaan akan bisa langsung disetujui," ujarnya.

Di samping itu, Kemhan juga terus mendorong agar RUU Revitalisasi Industri Pertahanan bisa segera selesai agar sinergisitas antar-industri pertahanan bisa ditingkatkan. "Semoga pada 2012 ini bisa goal (disahkan)," kata Hartind.

Sementara itu, bahan baku peluru yang dibuat Pindad sebagian besar dari luar negeri, yakni dari Belgia, Korea Selatan, India, dan Taiwan. Korea Selatan dan Taiwan memasok propelan, sedangkan Taiwan memasok brasscup atau selongsong dan ujung peluru. Sisanya sebanyak 20 persen merupakan bahan baku dalam negeri, yakni timah dan kemasan."Kami terpaksa mengimpor mayoritas bahan baku dari luar karena industri hilir dalam negeri belum mampu memenuhi kualitas yang diinginkan," kata Irianto.Sementara itu, Kepala Divisi Munisi PT Pindad Untung Purnomo menambahkan setiap tahun PT Pindad mengimpor 500 ton brasscup yang bahan dasarnya adalah kuningan. Bahan dasar tersebut banyak ditemukan di Indonesia.

Pindad sebenarnya bisa membuat brasscup jika pemerintah mau berinvestasi untuk membangun pabriknya. "Negara maju umumnya punya pabrik propelan dan brasscup tersendiri, sedangkan Indonesia belum punya," katanya.

Untuk persoalan itu, Hartind menjelaskan, pemerintah sudah menyasar pembangunan industri komponen pendukung pabrik senjata nasional dengan bekerja sama dengan pihak swasta nasional. "Hal itu mungkin akan dibereskan dalam KKIP. Ke depan, pabriknya tersebut kalau bisa dibangun dan dioperasikan pihak swasta saja," jelas Hartind. nsf/P-3


Baca Juga :

Singapura dan Thailand Beli 9 Juta Munisi dari PT Pindad

03 November 2011

[MALANG] Singapura dan Thailand setiap tahun membeli munisi (peluru dan bom) di PT Pindad (Persero) yang berada di Turen, Malang, Jawa Timur. Masing-masing dua negara itu membeli sembilan juta butir peluru setiap tahun.

Demikian dikatakan Direktur Sistem Senjata PT Pindad di Turen, Irianto, kepada wartawan, di Turen, Malang, Kamis (3/11).

Menurut Irianto, dua negara tersebut di atas sebenarnya meminta munisi dalam jumlah besar setiap tahun namun karena PT Pindad mengutamakan kebutuhan dalam negeri sehingga permintaan dua negera itu dibatasi. "Kita utamakan kebutuhan TNI, Polri dan lembaga lain seperti Kementerian Kehakiman," kata dia.

Irianto mengatakan, kebutuhan munisi TNI seharusnya 120 juta butir peluru setiap tahun namun PT Pindad hanya memenuhi 70 juta butir peluru saja setiap tahun. Sedangkan Polri, kata dia, membutuhkan sekitar 40 juta butir peluru setiap tahun.

Mesin Sudah Tua

Menurut Irianto, beberapa permasalahan di PT Pindad antara lain mesin-mesin sudah tua, jadi perlu regenerasi mesin. Dengan mesin-mesin yang sudah tua ini, PT Pindad memproduksi peluru sebanyak 400.000 butir peluru per hari selain berbagai jenis bom. "Ukuran peluru antara lain 5,9 mm sampai 20 mm," kata dia.

Permasalahan selanjutnya, kata dia, bahan baku untuk munisi, sebesar 80 persen diimpor dari berbagai negara seperti Belgia, India, Thaiwan. "Kita belum bisa menghasilkan bahan baku yang berkualitas," kata dia.

Permasalahan lain, kata dia, jumlah sumber daya manusia yang kurang. "Namun sejak tahun lalu, kita sudah rekrut karyawan baru lagi," kata dia.

Irianto berharap, pemerintah dan semua rakyat Indonesia mendukung keberadaan dan keberlanjutan industri pertahanan. "Industri pertahanan merupakan pertahanan itu sendiri," kata dia.

Salah satu bentuk dukungan yang dibutuhkan, kata dia, adalah semua kebutuhan dalam negeri harus beli di PT Pindad. Selain itu, segera mengganti mesin-mesin PT Pindad yang sudah tua. "Mesin-mesin di sini ada yang dibuat tahun 1957, jadi perlu diganti," kata dia, seraya menambahkan satu buah mesin seharga Rp 150 miliar.

Ia menambahkan, semua mesin di PT Pindad diimpor dari Jerman. "Mesin-mesin dari Jerman, kuat dan tahan lama," kata dia. [E-8]




View the Original article